Rabu, 18 Mei 2011

Indonesia Republik Dangdut

Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.[1]
Rhoma Irama menjadikan dangdut sebagai alat berdakwahnya, yang terlihat dari lirik-lirik lagu ciptaannya serta dari pernyataan yang dikeluarkannya sendiri. Hal ini menjadi salah satu pemicu polemik di Indonesia pada tahun 2003, akibat protesnya terhadap gaya panggung para penyanyi dangdut, antara lain Inul Daratista, yang goyang ngebor-nya yang dicap dekaden serta “merusak moral”.
Jauh sebelumnya, dangdut juga telah mengundang perdebatan dan berakhir dengan pelarangan panggung dangdut dalam perayaan Sekaten di Yogyakarta. Perdebatan muncul lagi-lagi akibat gaya panggung penyanyi (wanita)-nya yang dinilai terlalu “terbuka” dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan.
Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan kelugasannya. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari napas ini.
Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Golkar, menyanyi lagu dangdut.
Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai “radio dangdut” juga mudah ditemui di berbagai kota.
“Dangdut Is The Music Of My Country” senandung Project Pop,diiringi hembusan seruling bambu dan tabuhan gendang.Betulkah ?
Mari kita telisik dan telusuri lika-liku perjalanan musik dangdut yang mualanya tertatih-tatih.Acapkali dihina dan tak dianggap.Mungkin nkarena dangdut lebih dekat dengan kaum marginal,pinggiran dan ndeso serta hal-hal disharmonis lainnya.Musik dangdut kampungan.Bahkan disebut setara dengan maaf ….tahi anjing,seperti polemik seru yang terjadi antara Benny Soebardja dari grup rock Giant Step Bandung dan Oma Irama,panglima Soneta Group.
Tak terbantahkan jika kita menelisk silsilah dangdut maka kita akan sampai pada sebuah kuala bernama iraman melayu.Mungkin masih ingat kedigjayaan irama Melayu bisa ditoreh dari penyanyi S Effendi yang pada  dasawarsa 1960-an berhasil mengembalikan supremasi irama melayu dari Malaysia ke Indonesia.
Melalui dendangnya pada lagu Bahtera Laju Said Effendi berhasil menempatkan dirinya sebagai pelantun irama melayu nomor wahid negeri ini. Tak hanya meminggirkan ketenaran  P Ramlee, penyanyi irama melayu dan bintang film dari negeri jiran tersebut, tapi yang lebih ekstrem justeru merebut selaksa para  penggemarnya. Puteh Ramlee yang mengaku keturunan Aceh itu beberapa tahun sebelumnya pernah berjaya antara lain lewat lagu Engkau Laksana Bulan dan Azizah. Selama beberapa tahun irama melayu berkiblat ke Malaysia. Bahkan hebatnya P  Ramlee pun  membintangi beberapa film layar lebar bersama pasangannya Kashma Boothi. Kesohoran P.Ramlee kian berkibar saja disini. Pendek kata,Ramlee menjadi sebuah prayojana penting yang tak terbantahkan sama sekali (saat itu).
Ada pun Said Effendi yang disangka adalah penyanyi dari negeri jiran karena cengkok melayunya yang super medok,awalnya merintis karir sebagai penyanyi lagu-lagu gambus bersama iringan orkes gambus Al Wardah.Tak heran memang,Effendi sebetulnya merupakan ketuirunan Arab dari Bondowoso, Jawa Timur. Alunan suaranya yang merdu lalu kerapkali terdengar melalui gelombang  RRI Jakarta. Dengan iringan orkes studio Jakarta yang dikomandani almarhum pimpinan Sjaiful Bahri nama Said Effendi membumbung tinggi melalui sdederet lagu yang diguratnya  semisal: Bahtera Laju, Timang-timang, dan Fatwa Pujangga. Terlebih lagi saat Effendi pun menyenandungkan lagu bertajuk  Semalam di Malaya (karya Syaiful Bahri) dan Diambang Sore (karya Ismail Marzuki).
Said Effendi bahkan mulai  membentuk orkes melayu Irama Agung, dikuti sukses  Effendi menyanyikan lagu karya Husein Bawafie Seroja . Keberhasilan seorang said  Effendi sebenarnya merupakan titik kulminasi dari perjuangan para penyanyi lagu melayu di Indonesia.Hal ini pun diakui oleh  Zakaria , pimpinan orkes melayu Pancaran Muda yang menaruh perhatian besar terhadap perjalanan irama melayu. Menurut Zakaria , penyanyi  A Harris sebelumnya telah memecahkan masa stagnasi melalui  lagu bertajuk Kudaku Lari, Doa Ibu, Lamunanku, Alam Nirmala, dan Jaya Bahagia .Lagu lagu itu ditulis sekaligus disenandungkannyabersama iringan orkes melayu Bukit Siguntang yang juga dibentuk dan dipimpinnya.
Sukses lagu Seroja yang menggumpal ternyat justeru menarik minat sutradara Nawi Ismail untuk menarik Said  Effendi bermain ke layar sinema berdasrkan judul lagunya “. : Seroja.
Selain Nawi Ismail,lalu muncul sutradara Asrul Sani alamarhum yang juga menawari Said  Effendi membuat film Titian Serambut Dibelah Tujuh. Langkah langkah semacm ini jelas makin memperkokoh popularits Said  Effendi di Indonesia  dan Malaysia.
Bahkan terjadi pukla lomba  “mirip bintang” yang digelar di sini dan akhirnya sukses  memilih Ridwan Amin sebagai vokalis yang suaranya mirip Said  Effendi. Begitupula yang terjadi di negeri jiran,telah  terpilih pula  Achmad Zais,sosok yang memiliki suara bak pinang dibelah dua dengan Said Effendi. Walaupun, Achmad Zais lebih beruntung karena  sempat bernyanyi secara duet  dengan Said Effendi tatkala Effendi bermuhibah ke Malaysia ,lewat   lagu Jumpa Mesra. Penampilan terakhir Effendi di layar perak adalah lewat film Pesta Musik Lobana karya Misbah Yusa Biran. Di sini ditampilkan beberapa band remaja top masa itu karena eranya telah bergeser dari irama melayu ke musik hiburan,istilah yang digunakan saat itu untuk genre musik pop. Akhirnya sosok Said Effendi juga mulai terlupakan khalayak. Zaman berganti,dan tren pun berubah.
Jika kita mundur ke belakang, sejak dasawarsa 1950-an, Indonesia mempunai sosok-sosok yang cukup sohorl sebagai penyanyi melayu. Misalnya Emma sangga, Hasnah Thahar, Juhana Satar, Suhaemi, A Chalik, M Syaugi, dan A Harris. Yang disebut terakhir ini pernah mencuri perhatian publik irama melayu lewat lagu India, Awarahum, dan Munif Bahasuan menyanyikan lagu O Petaji. Kedua lagu itu sampai kemari lewat film yang dibintangi aktor Huindustani yang berparas tampan  Raj Kapoor .
Pada dasawarsa 1960-an penghibur yang menuai popularitas yaitu  Ellya Agus (kelak berubah menjadi Ellya Khadam), Ida Laila, A Rafiq, M ashabi, Munif Bahasuan, Elvie Sukaesih, Ahmad Basahil, Muchsin Alatas, Oma Irama, dan Mansyur S.Di paruh dasawarsa  1970-an mulailah muncul para penguasa zona dangdut seperti Oma Irama, Elvie Sukaesih, dan Mansyur S Uniknya Oma Irama yang kemudian mengganti nama menjadi Rhoma Irama disebut Raja Dangdut dan Elvie Sukasesih sebagai Ratu Dangdut.Kedua sosok “berkuasa” tanpa kerajaan ini mulai menyihir khalayak dengan sederet lagu-lagu dangdutnya.
Lalu inilah sederet  orkes melayu dan pimpinannya yang kondang  pada kurun waktu  1950-1960 yaitu  OM Sinar Medan pimpinan Umar Fauzi Aseran (yang merupakan leburan orkes gambus Al Wardah), OM Kenangan pimpinan Husein Aidid (leburan orkes gambus Al Waton), OM Bukit Siguntang pimpinan A Chalik, dan OM Irama Agung pimpinan S Effendi (1950-1960), pada periode ini di jalur musik hiburan muncul grup band Dolok Martimbang, Riana, Teruna Ria, Eka Jaya Combo, Koes Bersaudara, dan Los Suita Rama.
Selanjutnya pada dasawarsa 1960-an hingga awal 70-an mencuat  adalah OM Sinar Kemala pimpinan A Kadir, OM Kelana Ria pimpinan Adi Munif, OM Chandralela pimpinan Husein Bawafie, OM Pancaran Muda pimpinan Zakaria, dan OM Ria Bluntas pimpinan Ahmad Basahil. Sampai pertengahan dekade 1970-an tercatat OM Purnama pimpinan Awab Abdullah, dan OM Soneta pimpinan Oma Irama asal Tasikmalaya.
Orkes Melayu Bukit Siguntang banyak melahirkan lagu-lagu hit seperti Burung Nuri (A Chalik) dan Dunia (Suhaemi). Juga yang tak boleh dilupakan adalah ketenaran  sosok  Munif Bahasuan juga pernah melejit  melalui lewat lagu karyanya bertajuk Bunga Nirwana.Di tengah dasawarsa 70-an lagu ini dipopulerkan kembali oleh Sam bersama kelompok D’Lloyd pimpinan Bartje Van Houten.
Namun badai musik pop pun datang meneerpa keberadaa orkes melayu.Orkes Melayu tersudut dengan menggelegaknya musik rock’nroll  pada dasawarsa 1960-an.Demikian pula musik  pop riuh rendah  oleh band band anak-anak muda yang  dilengkapi dengan peralatan musik mutakhir ,  seperti Teruna Ria (pimpinan Zaenal Arifin), Eka Jaya Combo (Rudy Rusadi), Eka Sapta (Bing Slamet), dan Koes Bersaudara (Tony Koeswoyo).
Barometer  kesuksesan  mereka ini adalah ketika tampil dalam sebuah perhelatan musik akbar yang berlangsung di Istora Senayan, dan trenyuhynya musik melayu masih tetap setia di pinggiran. Para penyanyi pop papan atas menuai keberhasilan tiada tara , sebut saja misalnya Ida Royani (Sado Angkasa karya Aman Doris dan Jangan Duduk di Depan Pintu-karya Zakaria). Sukses kemudian diraih Ida Royani karena setelah menyanyikan lagu Jangan Duduk di Depan Pintu ia berduet dengan Benyamin dalam lagu-lagu bertema gambang modern yang menjadikannya terkenal.
Ada juga penyanyi  Mus Mulyadi membawakan lagu Hitam Manis-karya R Asmi dan Seminggu di Malaysia-karya Zakaria. Hampir semua band yang dikenal sebagai pembawa jenis sebagai pembawa jenis musik pop terjun kedalamnya.Ini terjadi secara massal pada tahun 1974,atas gagasan Eugene Timothy pemilik label raksasa saat itu Remaca Ada Koes Plus, Bimbo, D’lloyd merekam lagu-lagu pop melayu termasuk grup rock asal Surabya AKA Group yang dipimpin Ucok Harahap . Sejak itu Remaco mengharuskan semua grup musik yang rekaman di sana untuk memasukkan satu lagu pop melayu dalam albumnya. Tugas ini dipercayakan kepada Zakaria. Pada masa inilah muncul nama-nama beken seperti Tetty Kadi (Kasih Diambil Orang) Rhoma Irama (Anaknya Lima berduet dengan Inneke Kusumawati), dan Titiek Sandhora (Boleh-boleh Jangan dan Pura-pura Benci). Lagu-lagu tersebut merupakan hasil karya karya Zakaria.
Hingga akhirnya sukses besar yang berhasil diraih penyanyi  Ellya Agus menyanyikan lagu karangannya sendiri Kau Pergi Tanpa Pesan dan Munif Bahasuan menyanyikan lagunya sendiri Bunga Nirwana di Istora Senayan dengan iringan band paling top masa itu Eka Sapta yang didukung Bing Slamet,Idris sardi,Ireng maulana,Darmono,Itje Kaumonang dan Benny Mustafa van Diest. Pertnjukan musik terbesar itu  ternyata  diluar dugaan  memperoleh perhatian besar  masyarakat Jakarta dan sekitarnya.Mungkin karena menampilkan penyanyi yang gtengah naik daun seperti Tetty Kadi, Ernie Johan, Lilis Suryani, Pattie Bersaudara, Tom & Dick
Peristiwa itu menjadi istimewa karena untuk pertama kalinya sebuah band mengiringi penyanyi melayu sehingga dianggap sebagai come back-nya irama melayu dalam blantika musik Indonesia dan untuk pertama kalinya pula sistem playback diperkenalkan kepada masyarakat. Lagu Kau Pergi Tanpa Pesan kemudian direkam Remaco dengan iringan orkes melayu Chandralela pimpinan Husein Bawafie dan terkenal luas karena menjadi makanan empuk radio-radio non RRI yang jumlahnya bak jamur di musik hujan.
Pada 1968 Orkes Melayu Pancaran Muda pimpinan Zakaria menggelar pertunjukan di Istora Senayan Jakarta bersama Zaenal Combo pimpinan Zaenal Arifin dalam rangka ulang tahun RRI. Lilies Suryani saat itu sedang beken dengan lagu Bulan Purnama menjadi jagoan OM Pancaran Muda di samping nama -nama lainnya seperti Juhana Satar, R Sunarsih, Elvie Sukaesih, dan Zakaria sendiri. Zaenal Combo yang didukung Enteng Tanamal dan Fuad Hasan justeru mengiringi Tetty Kadi, Alfian, Ernie Johan, dan Pattie Bersaudara.
Oma yang pernah menjadi penyanyi pop dan rock mulai menerjuni dangdut secara genial.Oma memanfaatkan elektrifikasi pada perangkat band dalam ramuan orkes melayunya.OmIa melakukan perombakan besar-besaran dalam hal instrumentasi, syair, bahkan kostum pemusiknya.Kelak Oma mulai menyusupkan ruh musik rock dalam tatanan musik dangdutnya itu.
Akibat yang nyata, irama melayu memperoleh predikat yang tepat yaitu dangdut.Sebuah istilah yang dirujuk dari efek suara gendang yang menjadikan irama ini memiliki ciri khas karena mengundang orang untuk bergoyang. Untuk bisa berbuat seperti itu, tentu bukan pekerjaan orang baru. Irama telah menekuni irama melayu dan hiburan sekitar lima tahun. Sejak tahun 1960 ia sudah menyanyi dengan berbagai grup musik melayu. Kesempatan pertama merekam suaranya baru diperoleh pada tahun 1960 bersama orkes melayu Chandraleka pimpinan Umar Alatas. Namun karena rekaman ini tidak berhasil mencuatkan namanya, ia pun pindah ke orkes melayu Purnama pimpinan Awab Abdullah. Belum puas, ia pun pindah ke orkes melayu Pancaran Muda pimpinan Zakaria yang merekam suaranya lewat lagu Di Dalam Bemo karya Zakaria berduet dengan Titing Yani. Dan sampai awal dekade 1970-an namanya masih tetap belum dikenal masyarakat. Masuknya Oma Irama pada zona musik pop bermula ketika menyanyikan lagu Anaknya Lima karya Zakaria bersama band Zaenal Combo pimpinan Zaenal Arifin. Di sini Oma  yang banyak terpengaruh Paul Anka berduet dengan Inneke Kusumawati. Selanjutnya Oma Irama  berkolaborasi dengan band Galaxi pimpinan Jopie Reinhard Item yang beraliran rock.Jopie pernah ikut mendukung Empat Nada hingga Eka Sapta.
Dengan amunisi yang cukup pada akhirnya Oma Irama mulai membentuk orkes melayu Soneta pada awal tahun 1973. Dari sinilah terobosan terobosan yang jadi bagian dari eksperimentai musiknya melesat cepat bak anak panah..”Begadang”,”Penasaran”,”Darah Muda” dan banyak lagi lainnya mulai mengepung kuping khalayak negeri ini.
Secara perlahan tapi pasti,dangdut mulai menerobos ke atas tak hanya untuk golongan menengah kebawah belaka.Dangdut bahkan bisa pula mencapai undakan sebagai jatidiri bangsa..Dangdut mulai ada dimana-mana.Termasuk di layar kaca TV,media elektronik yang pernah alergi terhadap virus dangdut,dan tak salah jika Indonesia di sebut Negara Negara Dangdut,yang mana music dangdut bisa di nikmati dari akar rumput sampai golongan atas,dan musik paling Indonesia adalah musik dangdut
Maka berdendanglah Projerct Pop : Dangdut Is The Music Of My Country.My Country…….”.Jelas tak terbantahkan.
Sumber : Wikipedia.com. dan Dennysak.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar