Selasa, 09 Agustus 2011

Pedoman Penulisan Gelar Akademik

BARUSAN saya menemukan blog yang isinya bagi saya sangat bermanfaat yaitu pedoman alias tata cara penulisan gelar yang berlaku di Indonesia. Artikel itu ditulis oleh Dr. Warsiman, M.Pd. salah seorang Dosen Tetap IAIN Sunan Ampel Surabaya. Silahkan disimak dan semoga bermanfaat.
Kendati hanya persoalan kecil, tetapi kebanyakan orang tidak memahami penulisan gelar yang benar. Penulisan gelar sejatinya tidaklah sesulit yang dibayangkan, tetapi juga tidak segampang yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang.
Berdasarkan aturan kebahasaan, penulisan gelar termasuk kategori pemahaman tentang singkatan. Singkatan adalah kependekkan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik dilafalkan huruf demi huruf maupun dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya.  Selain itu, dalam buku pedoman umum ejaan yang disempurnakan (EYD), penulisan gelar juga   secara intens disinggung, bahkan disertai beberapa contoh penulisan yang benar. Namun demikian, masyarakat masih saja banyak yang belum memahami dengan baik teknik penulisan gelar yang benar.
Sekarang, marilah kita analisis tentang penulisan gelar ini, agar kita tidak lagi menemui kesulitan di kemudian hari.
Jika dianalisis kata per kata, penulisan gelar dapat dinalar melalui teori singkatan. Sebagai misal, penulisan gelar sarjana pendidikan, yang ditulis benar, Sarjana Pendidikan (S.Pd.), dan ditulis di belakang nama penyandang gelar. Huruf  “S“ pada kata sarjana, ditulis dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik, merupakan satu kata. Kemudian, huruf  “P” ditulis dengan huruf besar, tetapi huruf  “D”  ditulis dengan huruf kecil dan diakhiri dengan tanda titik. Huruf  “D”  ditulis dengan huruf kecil karena posisinya sebagai bagian dari rangkaian satu kata dengan huruf “P” yang merupakan kepanjangan dari kata “pendidikan”. Demikian pula singkatan-singkatan gelar lain yang sejenis dengan contoh tersebut, juga akan mengalami proses kebahasaan yang sama.
Lain halnya dengan singkatan pada gelar yang tanpa menyertakan huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian satu kata. Sebagai misal, penulisan gelar sarjana hukum, sarjana ekonomi, dan sarjana pertanian. Jika disingkat, ketiga contoh gelar tersebut hanya terdiri dari huruf awal, dan tanpa menyertakan huruf peluncur yang merupakan bagian dari rangkaian kata, sehingga penulisannya pun terdiri atas huruf per huruf serta masing-masing ditandai dengan tanda baca titik. Dengan demikian, penulisan gelar sarjana hukum, ditulis di belakang nama penyandang gelar dengan singkatan: S.H., sarjana ekonomi ditulis S.E., dan sarjana  pertanian ditulis S.P.. Penulisan-penulisan gelar lain yang sejenis dengan contoh tersebut, dan yang hanya terdiri dari dua huruf atau lebih tanpa disertai dengan huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian kata, harus mengikuti pola penulisan tersebut.
Berikut ini contoh-contoh penulisan gelar yang benar.
Gelar Sarjana
S.Ag. (Sarjana Agama)
S.Pd. (Sarjana Pendidikan)
S.Si.  (Sarjana Sains)
S.Psi. (Sarjana Psikologi)
S.Hum. (Sarjana Humaniora)
S.Kom. (Sarjana Komputer)
S.Sn. (Sarjana Seni)
S.Pt. (Sarjana Peternakan)
S.Ked. (Sarjana Kedokteran)
S.Th.I. (Sarjana Theologi Islam)
S.Kes. (Sarjana Kesehatan)
S.Sos. (Sarjana Sosial)
S.Kar. (Sarjana Karawitan)
S.Fhil. (Sarjana Fhilsafat)
S.T. (Sarjana Teknik)
S.P. (Sarjana Pertanian)
S.S. (Sarjana Sastra)
S.H. (Sarjana Hukum)
S.E. (Sarjana Ekonomi)
S.Th.K. (Sarjana Theologi Kristen)
S.I.P. (Sarjana Ilmu Politik)
S.K.M. (Sarjana Kesehatan Masyarakat)
S.H.I. (Sarjana Hukum Islam)
S.Sos.I. (Sarjana Sosial Islam)
S.Fil.I. (Sarjana Filsafat Islam)
S.Pd.I. (Sarjana Pendidikan Islam), dsb.
Gelar Magister
M.Ag. (Magister Agama)
M.Pd. (Magister Pendidikan)
M.Si. (Magister Sains)
M.Psi. (Magister Psikologi)
M.Hum. (Magister Humaniora)
M.Kom. (Magister Komputer)
M.Sn. (Magister Seni)
M.T. (Magister Teknik)
M.H. (Magister Hukum)
M.M. (Magister Manajemen)
M.Kes. (Magister Kesehatan)
M.P. (Magister Pertanian)
M.Fhil. (Magister Fhilsafat)
M.E. (Magister Ekonomi)
M.H.I. (Magister Hukum Islam)
M.Fil.I. (Magister Filsafat Islam)
M.E.I. (Magister Ekonomi Islam)
M.Pd.I. (Magister Pendidikan Islam), dsb.
S.Th.K. (Sarjana Theologi Kristen)
Gelar Sarjana Muda Luar Negeri
B.A. (Bechelor of Arts)
B.Sc. (Bechelor of Science)
B.Ag. (Bechelor of Agriculture)
B.E. (Bechelor of Education)
B.D. (Bechleor of Divinity)
B.Litt. (Bechelor of Literature)
B.M. (Bechelor of Medicine)
B.Arch. (Bechelor of Architrcture), dsb.
Gelar Master Luar Negeri
M.A. (Master of Arts)
M.Sc. (Master of Science)
M.Ed. (Master of Education)
M.Litt. (Master of Literature)
M.Lib. (Master of Library)
M.Arch. (Master of Architecture)
M.Mus. (Master of Music)
M.Nurs. (Master of Nursing)
M.Th. (Master of  Theology)
M.Eng. (Master of Engineering)
M.B.A. (Master of Business Administration)
M.F. (Master of Forestry)
M.F.A. (Master of Fine Arts)
M.R.E. (Master of Religious Ediucation)
M.S. (Mater of Science)
M.P.H. (Master of Public Health), dsb.
Gelar Doktor Dalam Negeri
Penulisan gelar doktor dalam negeri pun sering tidak dipahami dengan benar oleh kebanyakan orang, padahal jika kita mampu menganalisis, tidaklah sulit untuk dapat menemukan jawabannya.
Penulisan gelar doktor dalam negeri sama dengan penulisan gelar-gelar yang lain. Karena huruf  “D” dan “R” merupakan rangkaian satu kata, maka penulisan gelar doktor yang benar adalah: Dr. (Doktor), dan ditulis di depan nama penyandang gelar. Huruf  “D” ditulis dengan huruf besar, dan huruf “R” ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik pula.
Selain itu, di Indonesia juga memberlakukan sebutan profesional untuk program diploma. Aturan main penulisan sebutan profesional dalam negeri untuk program diploma ditulis di belakang nama penyandang sebutan profesional tersebut. Perhatikan beberapa sebutan profesional program diploma dalam negeri sebagai berikut.
Program diploma satu (D1) sebutan profesional ahli pratama, disingkat (A.P.);
Program diploma dua (D2) sebutan profesional ahli muda, disingkat (A.Ma.);
Program diploma tiga (D3) sebutan profesional ahli madya, disingkat (A.Md.); dan
diploma empat (D4) sebutan profesional ahli, disingkat (A.).
Akhir-akhir ini sebutan profesional untuk program diploma, sebagaimana yang tertera itu, cenderung diikuti oleh ilmu keahlian yang dimiliki. Sebagai misal, sebutan profesional untuk ahli muda kependidikan disingkat A.Ma.Pd., ahli madya keperawatan disingkat A.Md.Per., ahli madya kesehatan disingkat A.Md.Kes., ahli madya kebidanan disingkat A.Md.Bid., dan ahli madya pariwisata disingkat A.Md.Par.
Selanjutnya, banyak orang bertanya-tanya tentang beberapa gelar doktor luar negeri yang tidak mereka pahami maksudnya, juga tidak mereka ketahui cara penulisannya, sehingga banyak diantara mereka hanya dapat memperkirakan maksud, dan demikian pula cara penulisannya. Karena berdasarkan perkiraan belaka, maka banyak diantara mereka salah menebak maksud serta cara penulisannya.
Penulisan gelar doktor, master, dan sarjana muda dari luar negeri, ditulis di belakang nama penyandang gelar. Sebagaimana penulisan gelar-gelar dalam negeri, penulisan gelar dari luar negeri pun sama. Untuk dapat memahami penulisan yang benar, kita perlu menganalisis kata per kata sebagaimana cara menganalisis kata per kata pada penulisan gelar dalam negeri. Sebagai misal, gelar doctor of philosophy, yang ditulis benar [Ph.D.]. Huruf “P” ditulis dengan huruf besar, tetapi huruf “H” ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik. Huruf “H” ditulis dengan huruf kecil karena posisinya sebagai bagian dari rangkaian satu kata dengan huruf “P” yang merupakan kepanjangan dari kata philosophy, sedangkan huruf “D” ditulis dengan huruf besar sebagai singkatan dari kata doctor, dan diakhiri dengan tanda titik.
Perhatikan beberapa gelar doktor luar negeri yang sering kita jumpai di Indonesia, dan contoh penulisannya:
Ph.D. (Doctor of Philosophy);                       =>               Sigit Sugito, Ph.D.
Ed.D. (Doctor of Education);                        =>               Sigit Sugito, Ed.D.
Sc.D. (Doctor of Science);                             =>               Sigit Sugito, Sc.D.
Th.D. (Doctor of Theology);                          =>               Sigit Sugito, Th.D.
Pharm.D. (Doctor of Pharmacy);                  =>                Sigit Sugito, Pharm.D.
D.P.H. (Doctor of Public Health);                 =>               Sigit Sugito, D.P.H.
D.L.S. (Doctor of Library Science);              =>                Sigit Sugito, D.L.S.
D.M.D. (Doctor of Dental Medicince);         =>                Sigit Sugito, D.M.D.
J.S.D. (Doctor of Science of Jurisprudence). =>               Sigit Sugito, J.S.D., dsb.
Tambahan lagi, penulisan gelar ganda yang kedua gelar tersebut berada di belakang nama penyandang gelar, juga perlu memperhatikan teknik penulisan yang benar. Bahwasanya, selama ini kita sering menjumpai bahkan mungkin, menjadi pelaku sendiri penulisan gelar ganda yang tidak memperhatikan tata cara penulisan yang benar.
Tenik penulisan gelar ganda yang kedua-duanya berada di belakang nama penyandang gelar, banyak terkait dengan penggunaan tanda baca koma (,). Penulisan yang benar adalah setelah nama (penyandang gelar), dibubuhkan tanda koma (,) kemudian diikuti gelar yang pertama, ditulis dengan teknik penulisan yang benar, lalu dibubuhkan tanda koma untuk penulisan gelar yang kedua, dan seterusnya (jika ada gelar-gelar yang lain). Perhatikan beberapa contoh penulisan gelar ganda di bawah ini:
Endra Lesmana, S.Ag., S.H.
Endra Lesmana, S.Pd., S.S.
Endra Lesmana, S.Hum., S.Pd.I.
Jika penyandang gelar memiliki gelar lebih dari dua gelar, dan semuanya berada di belakang nama penyandang gelar, teknik penulisannya pun sama. Perhatikan pula beberapa contoh penulisan gelar yang lebih dari dua gelar di belakang nama penyandang gelar.
Imam Prasodjo, S.S., M.Hum., M.Pd.
Imam Prasodjo, S.Pd., S.S., M.Ed.
Imam Prasodjo, S.Ag., M.E.I., Ph.D.
Penulisan gelar dengan mengikuti nama penyandang gelar yang ditulis dengan huruf balok (kapital), gelar tetap ditulis sesuai dengan penulisan gelar yang benar. Jika gelar tersebut terdapat huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian satu kata, sebagai misal, gelar S.Ag., S.Pd., S.Pt., huruf g, d, dan t yang posisinya sebagai huruf peluncur dari rangkaian satu kata, tidak ditulis dengan huruf besar. Perhatikan beberapa contoh di bawah ini:
Ditulis Benar                          Ditulis Salah                       Juga Ditulis Salah
Hadi Mulya, S.Pd.                   HADI MULYA, S.PD.        HADI MULYA, S.Pd.
Hadi Mulya, S.Ag.                   HADI MULYA, S.AG.       HADI MULYA, S.Ag.
Hadi Mulya, S.Pt.                    HADI MULYA, S.PT.        HADI MULYA, S.Pt.
Di dalam aturan kebahasaan, nama orang tidak dibenarkan ditulis dengan huruf balok (kapital), kecuali untuk kepentingan tertentu. Jika ditulis, huruf balok (kapital) hanya dibenarkan ditulis pada awal kata nama orang. Karena itu, penulisan gelar dengan mengikuti nama penyandang gelar yang sama-sama ditulis menggunakan huruf balok, tidak hanya salah, tetapi sudah salah kaprah
1 Dr. Warsiman, M.Pd.
Dosen tetap Fakultas Adab, dosen Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan dosen Jurusan Bahasa Indonesia FPBS IKIP PGRI Bojonegoro

Selasa, 02 Agustus 2011

10 Masjid Tertua Di Indonesia...

Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12. Namun sebenarnya Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Datangnya Islam ke Nusantara membawa warna budaya tersendiri, termasuk arsitektur bangunan. Sebagai tempat beribadah kaum muslim, masjid di Indonesia memiliki corak yang beragam, tergantung daerah dibangun dan pendirinya.
Berikut ini adalah 10 masjid tertua di Indonesia:

1. Masjid Saka Tunggal (1288)
Masjid Saka Tunggal terletak di Desa Cikakak Kecamatan Wangon dibangun pada tahun 1288 sebagaimana terukir di Guru Saka (Pilar Utama) masjid. Tapi dalam membuat masjid ini lebih jelas ditulis dalam buku-buku kiri oleh para pendiri masjid ini adalah Kyai Mustolih. Tapi buku-buku ini telah hilang bertahun-tahun yang lalu. Setiap tanggal 27 rajab diadakan ziarah di masjid dan membersihkan makam Kyai Jaro Mustolih. Masjid ini terletak ± 30 km dari kota purwokerto. Disebut Saka Tunggal untuk membangun tiang yang digunakan untuk membentuk hanya satu tiang (tunggal). Menurut Sopani, salah satu pengurus masjid mengatakan bahwa pilar tunggal melambangkan bahwa ALLAH adalah hanya satu ALLAH SWT. Di beberapa tempat terdapat hutan pinus dan hutan lainnya dihuni oleh ratusan monyet jinak dan ramah, seperti di Sangeh, Bali.

2. Masjid Wapauwe (1414)
Masjid ini masih terawat dengan baik. Bangunan aslinya juga menyimpan beberapa benda warisan seperti drum, tulisan tangan Al Quran, skala batu yang beratnya 2,5 kg dan logam perhiasan. Jika drum atau beduk dipukul maka suaranya akan terdengar sampai seluruh desa, mengundang orang untuk datang ke masjid. Kitab suci Al Quran tulisan tangan di masjid ini pernah dipamerkan di Festival Istiqlal di Jakarta.

3. Masjid Ampel (1421)
Masjid Ampel adalah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel dan di dekatnya terdapat kompleks makam Sunan Ampel. Saat ini Masjid Ampel merupakan salah satu daerah tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan dengan arsitektur tiongkok dan arab.
Disamping kiri halaman Masjid Ampel, terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininnya untuk penguat janji atau sumpah.

4. Masjid Agung Demak (1474)
Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak, pada sekitar abad ke-15 masehi.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut Saka Guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai 'saka tatal'. Sedangkan bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut saka majapahit.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

5. Masjid Sultan Suriansyah (1526)
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Tuan Guru (1526-1550), Raja Banjar yang pertama masuk Islam.
Masjid ini terletak di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, daerah yang dikenal sebagai Banjar Lama yang merupakan ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya.
Arsitektur tahap konstruksi dan atap tumpang tindih, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Gaya masjid tradisional di Banjar mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan utama. Masjid ini dibangun di tepi sungai di Kecamatan Kesehatan.

6. Masijd Menara Kudus (1549)
Mesjid Menara Kudus (disebut juga sebagai Mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 masehi atau tahun 956 hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.

7. Masjid Agung Banten (1552-1570)
Masjid Agung Banten termasuk masjid tua yang penuh nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di pulau Jawa.
Masjid Agung Banten terletak di kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda china. Ini adalah karya arsitek Cina yang bernama Tjek Nan Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa serta dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti masjid agung. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.

8. Masjid Mantingan (1559)
Masjid Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini didirikan di Kesultanan Demak pada tahun 1559. Ubin untuk lantainya didatangkan dari Makau, Cina. Bubungan atap bangunan gaya termasuk Cina. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam salat dihiasi dengan relief persegi bergambar margasatwa dan penari penari diukir di batu kuning tua.
Pengawasan pekerjaan konstruksi masjid ini tak lain adalah Babah Liem Mo Han.
Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.

9. Masjid Al-Hilal Katanga (1603)
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa pemerintahan Taja Gowa-24, Aku Manga'ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung atau Sultan Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 masjid ini berganti nama Masjid Katangka. Masjid  Al-Hilal Katanga berukuran 14,1 x 14,4 meter dan sebuah bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter dan tebal dinding 90 sentimeter.

10. Masjid Tua Palopo (1604)
Madjid Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604. Masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Orang Tua, karena usia yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu memiliki dua arti, yaitu: Pertama, makanan yang terbuat dari campuran beras ketan dan air gula. Kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini